Jayapura,PapuaLink.Id – Kubu penolak pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) yang berkoar-koar selama ini tidak mereprensentasikan masyarakat Papua secara utuh.
Hal itu disampaikan Sekretaris Sinode Gereja Kemah Injil Masehi Kingmi Indonesia di Tanah Papua, Pdt Yones Wenda.
“Orang Papua yang tolak DOB itu hanya kepentingan orang-orang tertentu dan tidak mewakili masyarakat Papua,” tegasnya, Selasa (20/12/2022).
Ia mengaku sangat mendukung pembentukan DOB dan mengaku prihatin dengan kelompok yang menolak kehadiran DOB.
“Saya (Pdt. Dr. Yones Wenda S.Th., M.Th.), mengemukakan alasan ketidakterwakilan tersebut, karena buktinya saat mereka demo, tidak dilibatkan orang tua, pemuda serta Hamba Tuhan. Saya merasa bahwa kubu penolak DOB hanya mengatasnamakan masyarakat Papua, namun sebenarnya tidak sepenuhnya diwakilkan,” terangnya.
Pdt Yones Wenda menyebut penolak pemekaran bukan representatif masyarakat Papua. Bahkan ia mempertanyakan di mana bukti tanda tangan petisi tolak DOB oleh kelompok yang mengatasnamakan rakyat Papua.
” Kemudian KTP sebagai bukti yang dikumpulkan itu kemana, ini kan tidak jelas. Makanya saya mempertanyakan perihal tidak dilibatkannya seluruh komponen masyarakat di Papua dalam aksi menolak DOB. Artinya, jika aksi itu memang benar dan murni mewakili suara rakyat Papua, tentu banyak yang ikut bergabung,” umbarnya.
Sebagai warga negara Indonesia yang setia berideologi Pancasila, merasa aspirasi mendukung DOB dari masyarakat Papua sangat penting untuk didegarkan pemerintah.
“Terlebih kami menilai akan banyak manfaat bagi masyarakat. Terkait itu, kami berkomitmen penuh untuk menyuarakan aspirasi mendukung DOB kepada DPRP Provinsi Papua,” ucapnya.
Pendeta Yones menilai dengan adanya DOB di Papua berdampak bagi anak-anak Papua yang tidak bekerja, di mana mereka akan memiliki tempat untuk bekerja.
“Ini suatu hal positif yang kita lihat. Saya menekankan terkait dengan kebanggaan orang Papua terhadap Otsus, lantaran banyak terbantu, khususnya orang tua yang tidak mampu membiayai sekolah, kesehatan dan lainnya dapat teratasi dengan baik,” bebernya.
Ia juga mencermati adanya keterlibatan sejumlah rohaniwan gereja di Papua yang mendukung Gerekan Papua Merdeka. Sebab itu, ka mengajak para tokoh gereja (pendeta/pastor) untuk lebih menekankan ajaran cinta damai kepada para jemaat.
“Hal ini sesuai dengan tugas utama pendeta sebagai pemimpin rohani gereja serta dalam rangka memelihara, melindungi dan menjaga kehidupan spiritual jemaatnya,” ungkap Penderta Yones.
Pendeta Yones menyampaikan pesan kepada pemerintah bahwa kalangan gereja (sinode) mempunyai tugas untuk membawa umat secara utuh kepada Tuhan.
“Dari Sinode Kemah Injil Gereja Masehi Indonesia (KINGMI) di Tanah Papua ingin menyampaikan kepada Pemerintah bahwa gereja (sinode) mempunyai tugas untuk membawa umat utuh kepada Tuhan, itulah tanggung jawab gereja,” terangnya.
Ia menegaskan gereja tidak perlu terpancing untuk mengikuti atau bahkan terlibat dalam berbagai aktivitas yang berada di luar kewenangan gereja atau di luar urusan kerohoaniaan, seperti masalah dukungan terhadap gerakan Papua Merdeka atau intervensi perihal Otonomi Khusus (Otsus) yang jelas-jelas masuk keranah politik.
“Sikap itu bukanlah kewenenangan atau tugas gereja. Dan seperti yang diketahui, Papua merupakan bagian dari Negara Kesatuan Repulblik Indonesia (NKRI). Maka tugas dan kewenangan gereja adalah membawa umat utuh kepada Tuhan. Itulah yang menjadi tanggung jawab gereja. Dan gereja-gereja harus memahami ini, begitupun dengan sinode-sinode harus mengetahuinya,” paparnya.
Ia juga menyebeut keterlibatan pihak gereja dalam memberikan dukungan kepada kelompok pemberontak (pro Papua Merdeka) yang kerap kali melakukan aksi kekerasan terhadap aparat TNI/Polri dan penduduk sipil setempat sangat bertentangan dengan ajaran dalam kita Injil.
“Kalau gereja mempengaruhi masyarakat untuk membunuh orang, itu merupaka tanggung jawab besar antara hamba Tuhan dengan Tuhan. Jadi itu merupakan tanggung jawab karena firman Tuhan ‘Janganlah membunuh orang”.
Dirinha juga mengingatkan kelompok Pdt. Socrates Sofyan Yoman dan Pdt. Benny Giyai, para tokoh gereja sekaligus akademisi Papua yang pro terhadap gerakan Papua Merdeka untuk tidak lagi menggunakan lambang-lambang atau logo Injil Empat Berkatan yang selama ni dipakai demi mendapatkan bantuan dari Dana Otsus.
“Untuk penggunaan logo tersebut seharusnya Pdt. BENNY GIAY menempuh prosedur hukum dahulu. Dengan demikian tidak sepantasnya mereka menyalagunakan logo gereja dan anggaran Otsus untuk mengacaukan umat Kristen di Indonesia,” tukasnya.
Tokoh Agama dan Pemuda KINGMI Papua harus mendukung penuh pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) di Papua serta mendukung terciptanya situasi Kamtibmas yang aman dan damai di Tanah Papua.
“Berusahalah hidup damai dengan semua orang dan kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan,” katanya.
Lebih jelas Pendeta Yones meminta kepada pimpinan dan umat KINGMI untuk perlu menjadi sebagai garam yang memberi kesedapan panutan yang menghalau dalam gangguan apa saja terhadap gereja.
“Upaya penegakan hukum terhadap aparat penegak hukum dalam hal ini KPK RI atas kasus Gratifikasi terhadap Gubernur Papua Lukas Enemne perlu mendapat dukungan dari semua pihak kalangan masyarakat Papua, demi terciptanya kekudusan yang diberkati oleh Tuhan diatas Tanah Papua,” tutupnya. (Redaksi)