Jayapura,PapuaLink.Id – Ketua Kelompok Khusus (Poksus) DPR Papua, John NR Gobai mengungkapkan, dalam Perdasi Papua Nomor 5 tahun 2022 tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat di Provinsi Papua, diatur dalam
Pasal 1 (23), yang mana disebut Badan Urusan Masyarakat hukum Adat adalah badan yang dibentuk Gubernur untuk melaksanakan tanggungjawab pemerintah daerah tentang tugas perlindungan, pengakuan dan pemberdayaan hak-hak masyarakat hukum adat.
Adapun 4 tujuan pembentukan Perdasi dalam Pasal 3 diatur, sebut Jhon Gobai, pertama yaitu memberikan pengakuan, penghormatan, perlindungan, pemberdayaan dan pengembangan hak-hak masyarakat hukum adat dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kedua, memberikan kepastian hukum dalam perlindungan dan pengakuan masyarakat hukum adat dan hak-haknya sesuai harkat, martabat dan keanfan lokal.
Ketiga, memberikan kepastian bagi keberadaan masyarakat hukum adat sehingga dapat hidup secara aman serta dapat tumbuh dan berkembang sebagai suatu kelompok masyarakat sesuai harkat dan martabat kemanusiaannya tanpa diskminasi.
Dan keempat, melaksanakan pemberdayaan bagi masyarakat hukum adat.
“Untuk Pasal 5 (I) Susunan masyarakat hukum adat terdiri atas suku, sub suku, klen dan marga. (2) Suku dan sub suku sebagamana dimaksud pada ayat (l) ditentukan berdasarkan kesatuan gencologis, tentorial dan fungsional,” jelasnya.
Dalam nomor (3) penetapan suku, sub suku, klien dan marga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan hasil pendataan dan venifikam yang dilakukan oleh panitia masyarakat hukum adat kabupaten/kota.
“Kemudian di (4) tata cara pendataan dan venfikasi susunan masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” terang Jhon.
Hak Masyarakat Hukum Adat
Pasal 14
Terkait Hak masyarakat hukum adat, masih dikatakan Jhon Gobai, meliputi
hak atas tanah dan Sumber Daya Alam (SDA) serta Restitusi dan Kompensasi pemakaian Tanah dan Sumber Daya Alam hak atas hutan adat hak atas pembangunan:
hak atas spiritual dan kebudayaan,
hak atas lingkungan hidup:
hak untuk menyelenggarakan pemerintahan adat: hak atas kekayaan intelektual: dan
hak atas wilayah kelola Kawasan perairan.
Badan Urusan Masyarakat Adat
Lebih jelas Jhon Gobai dala. bukunya Memposisikan Pemerintahan Adat dalam Pemerintahan di Tanah Papua 2020, hal 72, menyebutkan Dalam kerangka Memposisikan Adat dalam Pemerintahan telah dimulai di Provinsi yaitu dengan adanya DPRP melalui mekanisme pengangkatan dan Majelis Rakyat Papua (MRP).
Namun akan lebih baik lagi dengan dasar Pasal 18B Ayat 2 dan UU No 21 Tahun 2001, atau juga dapat dilakukan dengan membentuk sebuah biro yaitu biro pemerintahan adat yang dipimpin oleh seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS).
“Ini penting agar dapat menata pemerintahan yang khas untuk papua sebagai bentuk implementasi dari UU No 21 Tahun 2001 atau juga permerintah membentuk sebuah Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) Badan Urusan Masyarakat Adat Papua atau Biro Pemerintahan Adat dilingkungan Sekretariat Daerah, sesuai Pasal 1 angka 23, Perdasi Papua No 5 tahun 2022,” katanya.
Jika yang dibentuk adalah Badan ini, maka dipimpin oleh seorang pimpinan adat atau orang yang berpengalaman memimpin badan kelembagaan masyarakat adat badan ini merupakan badan fungsional,yang sekretarisnya adalah seorang PNS agar mempermudah administrasi dan pertanggungjawaban.
“Badan ini untuk menyiapkan seluruh proses rapat rapat tahunan dan program-programnya yang diilakukan dalam kerangka mengembalikan Pemerintahan Adat di Tanah Papua, hal ini penting juga dalam kerangka Otsus dan dia mempunyai mitra kerja terkait urusan Masyarakat Adat Papua/Orang Asli Papua di DPRP yaitu dari Anggota DPRP yang diangkat dari Orang Asli Papua dan Majelis Rakyat Papua,” ujar Jhon.
Nantinya nadan ini langsung bertanggung jawab kepada Gubernur Papua, badan ini berfungsi untuk mengurusi bidang bidang: Pertemuan rutin Masyarakat Adat dengan Pimpinan Daerah, Peradilan Adat, Pemetaan Wilayah Adat, Pemerintahan Adat, Pemberdayaan Masyarakat Adat, Polisi Adat, Sekolah Adat, dan lainnya.
“Kemudian dapat diikuti juga ditingkat kabupaten/ kota.
Badan ini akan menjadi mitra dan melayani ondoafi, raja, sera dan sebutan lainnya, Kepala Suku/ Dewan Adat Suku, Dewan Adat Daerah termasuk Dewan Adat Papua,” paparnya.
Selanjutnya dalam rangka kolaborasi ini, kata Jhon, yang menjadi dasar hukumnya adalah, Pasal 18B ayat (2) UUD .1945 yang berbunyi, “Negara mengakui dan menghonnati kesatuan kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur 1 dengan undang-undang”.
Sebagai perwujudannya adalah adanya UU No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, karena salahsatu hal yang mendasar dari UU Otsus Papua, termuat dalam Penjelasan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 pada bagian 1. Umum paragraf 6 berbunyi sebagai berikut: Hal-hal mendasar yang, menjadi isi Undang.1 Undang ini adalah: Pertama : pengaturan kewenangan antara Pemerintah dengan Pemerintah, Provinsi Papua serta penetapan kewenangan tersebut di Provinsi Papua yang dilakukan dengan kekhususan: Kedua : pengakuan dan penghormatan hak-hak dasar orang asli Papua serta pemberdayaan secara strategis dan mendasar:
“Dengan dasar hukum diatas maka Pemerintah Provinsi Papua perlu membentuk sebuah Peraturan Daerah Provinsi Papua No 5 tahun 2022 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat di Provinsi Papua yang dapat menjadi dasar kemitraan antara Kesatuan Masyarakat hukum Adat dengan Pemerintah,” tutupnya. (Redaksi)