SURAT TERBUKA
Kepada
Yth. Presiden Republik Indonesia
Di,- Jakarta
Dengan hormat,
Berhubung dengan surat terbuka ini, saya sebagai korban ketidak-adilan (Ex Tapol Papua) tergerak hati untuk menyampaikan pergolakan bathin kami kepada Presiden Jokowi yang mulia. Semoga presiden Jokowi saat ini dalam keadaan “baik dan sehat” karena Tuhan Yang Maha Esa memberkatimu.
“Tak dikenal, maka tak disayang”, demikianlah pepatah tradisional Indonesia. Untuk merealisasikan pepatah ini, presiden Jokowi sudah berulang kali datang berkunjung ke Tanah Papua, agar memperkenalkan diri sehingga warga Papua sayang kepadamu. Mungkin saja ada oknum tertentu yang sayang padamu karena merasa diberkati, tetapi saya yakin kebanyakan masyarakat pribumi Papua tidak simpatik denganmu (menolak Anda) karena kejahatan yang presiden Jokowi lakukan di Papua selama ini.
Presiden RI sudah puluhan kali berkunjung ke Tanah Papua. Apa yang presiden buat di Papua? Datang menebar pesona, ataukah datang menebar pencitraan? Datang selamatkan bangsa Papua yang semakin musnah, ataukah datang membawa malapetaka?
Setiap kali presiden RI datang ke Papua tentu ada misi. Apa misimu di Papua: misi pembebasan, ataukah misi penjajahan? Di balik raut wajahmu menyembunyikan niat busuk. Di dalam relung hatimu menyimpan akar pahit.
Setiap kali presiden RI datang ke Tanah Papua, tentu ada niat yang mau wujudkan. Apakah niatmu itu baik, ataukah niatmu jahat? Kami sudah ikuti dan cermati sepak terjangmu di Papua bahwa di dalam hatimu menyimpan niat jahat. Presiden sembunyikan niat jahat di balik senyum canda tawa dan mewujudkan niat jahatnya dengan rapi, sistematis, terarah, terukur dan masif.
Berapa kali presiden RI berkunjung ke Tanah Papua itu tiba di Jayapura pada malam hari. Pencuri dan pembunuh itu biasa beraksi pada malam hari, di kala kegelapan malam apapun aksi kejahatan dilakukan. Presiden datang pada malam hari di Papua itu, apakah untuk menolong Papua, ataukah datang untuk merampok, merusak dan membunuh? Kami sudah mengikuti langkah kakimu bahwa presiden datang hanya untuk membawa duka cita dan menambah kecemasan, bukan membawa suka cita bagi rakyat pribumi Papua.
Sudah berulang kali presiden RI berkeliling di Tanah Papua. Apa saja yang presiden lakukan dengan kunjungan safari di Tanah Papua? Apakah hanya dengan kunjungan safari itu presiden memberdayakan orang asli Papua, ataukah menghancurkan tanah dan bangsa Papua? Setiap kali presiden datang pasti saja ada manusia yang korban, pasti saja ada harta yang dirampok. Itukah misimu di Tanah Papua?
Presiden Jokowi pasti berkilah bahwa Anda datang ke Tanah Papua untuk membangun kesejahteraan. Tetapi pembangunan itu untuk siapa? Bukankah pembangunan kesejahteraan bias pendatang yang Anda wujudkan di Papua? Bukankah pembangunan fisik yang presiden bangun itu agar para warga dari luar Papua berbondong bondong datang untuk menguasai pusat pusat ekonomi, pendidikan, kesehatan, birokrasi, jabatan politik, dan lain sebagainya? Berapa banyak orang asli Papua yang presiden berdayakan? Angka kemiskinan dan buta aksara semakin tinggi di Tanah Papua adalah bukti bahwa pemerintahan Indonesia gagal berdayakan masyarakat pribumi Papua. Dan masih banyak bukti kegagalan dalam pemerintahan OTSUS Papua yang dikendalikan dari Jakarta. Itu berarti UU OTSUS Papua sudah gagal total dalam implementasinya.
Setelah UU OTSUS Papua gagal total dalam implementasinya, Negara Indonesia sudah memekarkan Tanah Papua menjadi 6 propinsi yaitu 2 propinsi lama, 4 propinsi baru, dan dua pemekaran propinsi baru, draf Undang Undangnya sedang dalam pembahasan di DPRRI untuk disahkan. Dengan adanya Pemekaran Pemekaran itu, Negara Indonesia bertujuan untuk menduduki, menguasai, merampok Sumber Daya Alam, merusak alam lingkungan dan membantai etnis Papua baik secara terbuka dan tertutup. Memang Negara Indonesia sangat lihai dalam mengkoloni Tanah Air dan Bangsa Papua.
Ketika presiden RI melakukan safari di Tanah Papua: apa yang presiden lihat di pelosok Tanah Papua? Apakah presiden pandang derita Papua, ataukah pura pura tidak tahu dengan keadaan derita bangsa Papua? Ataukah matamu hanya tertuju pada susu madu yang berlimpah di Papua untuk dikuasai dan dirampok?
Di kala presiden RI berkunjung di Tanah Papua, masyarakat pribumi Papua menyambutmu dengan beraneka ragam tarian tradisional. Apakah yang presiden lihat ketika akar rumput Papua menyambutmu? Adakah presiden lihat setumpuk kepahitan hidup yang tersimpan di balik relung hati akar rumput, ataukah anggap mereka baik baik saja?
Presiden RI datang berkunjung ke Tanah Papua di tengah konflik bersenjata antara TNI POLRI versus TPN OPM. TNI POLRI berjuang untuk mempertahankan penjajahan terhadap bangsa Papua, sedangkan TPN OPM berjuang untuk mempertahankan Kemerdekaan Kedaulatan bangsa Papua yang dianeksasi ke dalam NKRI. Akibat dari konflik ideologi Politik itu banyak orang korban di atas korban, baik jiwa manusia menjadi tumbal dan korban materi yang tidak sedikit. Apakah yang terlintas di benakmu ketika presiden mendengar bahwa ada orang asli Papua sekitar 60.000 jiwa meninggalkan kampung halamannya dan mengungsi ke hutan dampak dari operasi militer? Apakah di dalam hatimu ada getaran kasih sayang, ataukah hatimu membatu dikala mendengar derita mereka di rimba raya Papua?
Sudah puluhan kali presiden RI mengunjungi Papua. Apa impianmu untuk masa depan tanah dan bangsa Papua? Apakah presiden membiarkan akar rumput Papua mati binasa dalam bingkai NKRI, ataukah ada setitik terang yang memberi kami harapan untuk bangkit dan mandiri di atas kaki sendiri? Hal itu sesuai amanat konstitusi Indonesia yang berbunyi: “bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, maka penjajahan di atas dunia harus dihapus karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.
Presiden berganti presiden, kehidupan rakyat pribumi Papua berada dalam keterpurukan. Apakah presiden RI sadari bahwa segala bentuk ketidak-adilan yang menimpa akar rumput Papua adalah kejahatan Negara yang harus dipertanggung jawabkan? Apakah presiden tergerak hati untuk selamatkan akar rumput yang mati terinjak dari para algojo, ataukah terus membiarkan kami layu dan mati diinjak para algojo utusanmu?
Negara Indonesia adalah Negara Demokrasi. Apakah yang presiden RI terbayang ketika mendengar ruang demokrasi di Indonesia, khususnya di Tanah Papua demokrasi terpacung di ujung laras senjata? Apakah presiden punya hati nurani untuk mendengar suara kami, ataukah menutup mata hatimu rapat rapat untuk membungkam kebebasan berekspresi di muka umum? Sampai kapan presiden RI membuka ruang demokrasi di Tanah Papua?
Ketika presiden lewat di depan taman makam pahlawan di depan Bandara Udara Sentani di Jayapura, apa yang terbayang di benakmu ketika presiden RI memandang kuburan pejuang kharismatik bangsa Papua almarhum Theis Hiyo Eluay yang diculik dan dibunuh dengan sadis atas perintah presiden Megawati Soekarno Putri pada bulan November 2001? Bagaimana perasaanmu jika tragedi kemanusiaan itu menimpa dirimu atau menimpa pemimpin bangsamu yang lain? Tragedi kemanusiaan itu dan tragedi kemanusiaan lain yang terjadi di Tanah Papua selama 60 tahun lebih itu telah menjadi ingatan penderitaan “memoria pasionis” yang amat mendalam dalam sanubari bangsa Papua yang tersisa.
Camkanlah bahwa setiap kali presiden RI berkunjung di Tanah Papua membawa misil atau peluru kendali (rudal) yang adalah senjata pemusnah massal yang dikendalikan dari Istanamu, yang memiliki sistem pengendali otomatis untuk mencari target atau menyesuaikan arah sasaran agar hancurkan Tanah Air dan memusnahkan bangsa Papua; Kunjunganmu di Papua tidak membawa misi kebebasan, tidak pula memberi keadilan dan juga tidak mewujudkan damai sejahtera.
Sadarilah bahwa masalah itu dibuat oleh manusia. Apapun masalah pasti ada jalan keluarnya, pasti ada solusinya. Apakah presiden RI ketujuh memiliki hati nurani untuk membuka “ruang perundingan” atau “dialog” antara Jakarta vs Papua dalam kerangka membahas tuntas dan mencari solusi atas berbagai persoalan yang melilit bangsa Papua yang sudah lama malang melintang di Padang Derita merindukan kebebasan? Apakah presiden RI punya mata hati untuk melihat dan bertindak adil di masa akhir jabatanmu, Ataukah terus meningkatkan beban penderitaan bagi bangsa Papua melalui berbagai strategimu yang jahat?
Jokowi adalah presiden RI ketujuh yang telah berulang kali mengunjungi Papua, tetapi kunjunganmu tidak membawa misi keselamatan bagi bangsa Papua. Presiden hanya terpikat dengan berbagai macam susu madu yang ada di Tanah Papua. New kolonial Indonesia sudah lama mengkoloni Tanah Air dan bangsa Papua untuk merampok susu madu, merusak alam lingkungan dan membunuh etnis Papua.
Presiden Jokowi hampir mirip dengan presiden Soeharto yang memerintah Indonesia dengan tangan besi, lebih khusus terhadap bangsa Papua. Presiden puas dengan susu madu dari Tanah Papua yang sudah lama rampok; Sementara orang asli Papua terus merana di Padang Derita berlinang air mata darah dan keringat.
Kami sudah mengikuti dan memahami dengan baik segala upaya Pemerintahan Anda untuk mempertahankan Papua dalam bingkai NKRI. Kami tahu dengan pasti bahwa Negara Indonesia sudah dan sedang menghalalkan segala cara. Negara Indonesia menerapkan berbagai macam strategi untuk membendung aspirasi politik Papua Merdeka. Untuk ke dalam, Negara Indonesia menempuh pendekatan penegakkan hukum dan keamanan (operasi militer baik tertutup dan terbuka), juga pendekatan sosial budaya, agama, dan pendekatan pembangunan kesejahteraan. Untuk ke luar, Negara Indonesia melakukan berbagai safari politik keliling dunia untuk membendung dukungan manca negara terhadap aspirasi Politik Papua Merdeka melalui tawaran kerjasama bilateral dan multilateral, baik di atas meja secara resmi dan pemberian “amplop” di bawah meja.
Negara Indonesia menasionalisasi atau melokalisasi masalah Papua dengan mengumbar kebohongan ke manca negara melalui berbagai forum Internasional bahwa masalah Papua adalah masalah domestik dalam negeri, bahkan Pemerintah Pusat melokalkan masalah Papua dengan mendesak kaki tangannya di Tanah Papua untuk menangani masalah masalah itu.
Misalnya dalam pembebasan sandera Pilot Susi Air, Pemerintah Pusat memberi mandat kepada Kapolda, Pangdam Cenderawasih dan Bupati Nduga untuk negosiasi dengan TPN OPM untuk membebaskan pilot Philip Marten berkebangsaan Selandia Baru.
Camkanlah bahwa masalah Papua itu berdimensi Internasional karena dalam proses aneksasi bangsa Papua ke dalam NKRI itu, pihak Belanda, Amerika Serikat dan PBB, serta tangan tersembunyi lainnya juga terlibat. Maka itu, dalam penyelesaian masalah “status politik” bangsa Papua, harus melibatkan para pihak yang sudah terlibat dalam proses aneksasi bangsa Papua ke dalam NKRI.
Dalam kunjungan di Papua pada hari Jumat 7 Juli 2023, Presiden Jokowi mengatakan bahwa Tanah Papua aman aman saja, jadi jangan membesar-besarkan masalah Papua. Presiden tidak sadar bahwa dengan mengecilkan masalah Papua atau menyepelekan masalah Papua itu sesungguhnya membuktikan kepada publik bahwa Negara Indonesia sudah gagal total mengindonesiakan orang asli Papua, dan menunjukkan ketidakmampuan Negara Indonesia untuk meredam aspirasi politik Papua Merdeka yang sudah mendunia, serta ketidakmampuan Negara Indonesia untuk menyelesaikan semua masalah di Papua, khususnya konflik Ideologi Politik antara Ideologi Pancasila dan Ideologi Mabruk.
Camkanlah bahwa segala sesuatu yang dipertahankan dengan “kebohongan” dan “kesombongan”, tidak akan bertahan lama. Kebohongan dan kesombongan adalah awal dari kehancuran. Negara Indonesia selama ini mempertahankan bangsa Papua ke dalam bingkai NKRI atas dasar KEBOHONGAN yang ditopang oleh KESOMBONGAN kekuasaan militeristik, kapitalistik dan imperialistik, tetapi pada saatnya NKRI akan angkat kaki dari Tanah Papua. Adalah lebih bijak dan terhormat mengakui kesalahan masa lalu yang dilakukan Negara Indonesia dan selanjutnya mengakui kemerdekaan kedaulatan bangsa Papua 1 Desember 1961.
Presiden RI perlu sadari bahwa kita hidup di dunia ini hanyalah sementara. Ketenaran, kegantengan, kecantikan, kepintaran, kekayaan, kehormatan, kejayaan, kemewahan dan jabatan (kekuasaan) hanyalah bersifat fana yang tidak kekal. Apa yang ditabur itulah yang akan dituainya. Itulah hukum karma. Hukum karma menantimu bersama rakyatmu di Nusantara.
Negara Indonesia lahir pada 17 Agustus 1945 setelah mengalami penjajahan dari Belanda itu bukan kebetulan. Demikian pula Bangsa Papua yang lahir pada 19 Oktober 1961 yang diumumkan dan dirayakan secara resmi pada 1 Desember 1961 yang telah kami JDRP2 pulihkan kembali melalui “Deklarasi Pemulihan Bangsa Papua Lahir Baru di Dalam Tuhan” yaitu deklarasi berdirinya “Kerajaan Transisi Papua” atas kehendak dan perintah Tuhan pada 1 Desember 2020 di Jayapura itu bukan juga kebetulan. Itu semua ada dalam rencana Tuhan. Pada waktu Tuhan, Bangsa Papua akan dipulihkan dan dibebaskan secara total. Dan ketika waktu Tuhan itu tiba, maka tak ada kuasa di dunia apapun yang akan membendungnya.
Presiden RI camkanlah bahwa ada perjumpaan; maka ada pula perpisahan. Siap untuk menerima perjumpaan, maka harus siap juga untuk menerima perpisahan. Demikianlah yang terjadi di dalam kehidupan ini.
Pada tahun 1975 Timor Leste dianeksasi oleh Negara Indonesia atas bantuan Amerika Serikat. Dan atas bantuan Amerika Serikat pada tahun 1999 Timor Leste bebas merdeka melalui referendum.
Negara Indonesia memberikan referendum bagi Timor Leste bukan karena niat baiknya dan bukan juga “atas dasar cinta kasih” sebagaimana yang dikatakan oleh presiden B. J. Habibie, tetapi karena terpaksa atas desakan negara negara di dunia. Ini terjadi bukan kebetulan, tetapi ada dalam rencana Tuhan.
Demikian pula nanti dengan bangsa Papua. Negara Indonesia atas bantuan Amerika Serikat menganeksasi bangsa Papua ke dalam NKRI pada tahun 1960-an. Tetapi dengan tangan Tuhan yang Maha Dashyat, Tanah dan Bangsa Papua akan dipulihkan dan dibebaskan indah pada waktu Tuhan. Amin. Terpujilah Tuhan.
Demikian surat terbuka ini kami buat dan harap menjadi maklum.
Jayapura: Minggu, 16 Juli 2023.
Teriring Salam dan Hormat
Ttd.
SELPIUS BOBII, (Koordinator ‘Jaringan Doa Rekonsiliasi untuk Pemulihan Papua’ JDRP2, juga Ex Tapol Papua dan Ketua Umum Front PEPERA Papua Barat, juga Deklarator Kerajaan Transisi Papua)