Jayapura,PapuaLink.Id – Dewan Adat Daerah Grime Nawa menyerahkan pernyataan sikap berisi 9 poin kepada Pemkab Jayapura selaku wakil Pemerintah Pusat di Jayapura.
Pernyataan sikap yang dibuat Dewan Adat Daerah Grime Nawa ini, guna menyikapi konflik yang terjadi di Kampung Karya Bumi Besum, Distrik Namblong, Kabupaten Jayapura, Papua, yang mengakibatkan salaj seorang warga bernama Daud Bano meninggal dunia, hingga pengrusakan sejumlah bangunan di daerah tersebut padal 1 Januari 2024.
Pernyataan sikap ini juga sebagai upaya perdamaian antara warga masyarakat Adat Grime dan warga transmigrasi di Kampung Karyabumi.
Ketua Dewan Adat Grime Nawa Zadrak Wamebu menyebut 9 poin pernyataan sikap tersebut.
Pertama, status tanah sebagai lokasi pemukiman transmigrasi yang sekarang didirikan sebagai kampung Karya Bumi adalah tanah milik adat.
Sedangkan masyarakat Jawa yang mendiami Kampung Karyabumi saat ini didatangkan oleh negara dalam hal ini Pemerintah Pusat di Jakarta.
Dalam kaitan dengan penyelesaian kasus penghilangan Nayawa anak adat dari Kampung Kwansu, sebagai salah satu pemilik tanah di lokasi transmirasi Kampung Karya bumi, pemerintah pusat di wakili oleh Pemerintah Kabupaten Jayapura.
“Oleh karena itu Dewan Adat Daerah Grime Nawa sebagai organisasi yang melindungi manusia, tanah dan sumber daya alam di Grime Nawa meminta kepada Pemerintah Kabupaten Jayapura untuk segera membentuk Tim Penyelesaiaan Pembayaran ganti rugi tanah adat yang digunakan selama 50 tahun oleh Pemerintah untuk lokasi pemukiman transigrasi, agar ada kepastian hukum bagi masyarakat transmigrasi. Peristiwa pembunuhan yang terjadi sesungguhnya adalah riak- riak sekam kebencian yang terpendam selama ini,” kata Zadrak.
Kedua, Zadrak mengatakan soal kedudukan masyarakat transmigrasi dalam pandangan adat di lembah Grime sebagai warga di dalam suatu kampung adat.
Di dalam pandangan masyarakat adat Grime, orang dari suku lain yang datang dan berdiam diatas tanah adat suatu kampung adat statusnya adalah “blung”.
“Blung adalah orang-orang yang ditempatkan sebagai tenaga bantu bagi kepentingan kampung tersebut. Kepada Blung di berikan tempat untuk mengelola tanah dan hutan untuk menjalani kehidupannya. Tetapi Blung tidak bisa membangun kampung sendiri. Blung dalam acara-acara adat seperti perkawinan, kematian dan pesta-pesta adat Isin akan dilbatkan dan wajib memberikan dukungan kepada kampung asli yang menyediakan tempat hidup baginya,”jelas Zadrak.
Kemudian pada poin ketiga, lanjut Zadrak, bagaimana cara menentramkan kekacauan yang terjadi sebagai akibat dari penghilangan nyawa secara paksa atau pembunuhan mentah terhadap seseorang dalam wilayah adat Grime-Nawa.
“Pembayaran kepala korban, ketika terjadi pembunuhan di dalam suatu kampung, maka pihak keluarga korban tentu saja akan melakukan tindakan tindakan spontanitas berupa pembakaran kampug, penebangan tanaman-tanaman dan pembunuhan ternak di kampung dimana korban telah jatuh. Dalam situasi seperti ini maka pimpinan pihak pelaku pembunuhan akan melakukan suatu tindakan penenangan nyata berupa pembayaran gelang batu (Samon/Hamong) kepada pihak korban,” tutur Zadrak.
Pembayaran Samon atau Hamong sebagai harta tertinggi dalam budaya orang Grime dan sekitarnya, untuk meredahkan seluruh pertikaian akibat jatuhnya korban.
Untuk point keempat Dewan Adat Daerah Grime Nawa meminta Pejabat Bupati Jayapura sebagai wakil dari negara dapat memahami dan meresponnya agar panah, busur, tombak dan alat tajam lainnya yang disiapkan pihak korban untuk membalas pembunuhan diletakkan atau disimpan. Dengan demikian semua pihak telah siap menuju proses perdamaian.
“Upacara perdamaian sebagai bentuk penyelesaian masalah yang didalamnya kedua belah pihak akan menanda tangani prinsip-prinsip hidup yang harus di jalani. Pimpinan adat dari masing-masing kampung dan dari tokoh paguyuban yang berada di lokasi terjadinya kasus penghilangan nyawa akan bersepakat tentang prinsip-prinsip hidup baru sebagai nilai kehidupan bersama untuk menjaga perdamaian ,” paparnya.
Dalam upacara perdamaian, akan dilakukan sumpah adat yang mengikat semua suku yang hidup diatas tanah adat Grime Nawa.
“Pelaksanaan upacara perdamaian akan dilaksanakan di lokasi pemakaman korban dan kuburan korban tetap berada di Kampung Karya Bumi sebagai peringatan untuk tidak terulang tindakan-tindakan tidak manusia dari semua pihak dan juga sebagai pelajaran bagi generasi muda turun-temurun di wilayah adat Grime,”kata Zadrak.
Poin ke lima soal pelaku Pratu Azdar yang notabene adalah oknum anggota TNI AD yang bertugas di Koramil Nimboran dan berdomzili di Kampung Karya Bumi.
Zadrak meminta agar pelaku diproses hukum seberat-beratnya dan di bebaskan dari tugasnya sebagai anggota TNI AD karena telah mencederai nama baik TNI sebagai pelindung rakyat di dalam negara ini.
Selain sebagai anggota TNI AD, pelaku merupakan bagian dari paguyuban Suku Bima di Kabupaten Jayapura.
“Setelah pelaku dikenakan hukum negara tentu akan kembali ke dalam komunitas atau paguyuban Suku Bima. Sebagai suatu komunitas/suku yang berada di dalam NKRI kiranya menunjukkan pernyataan sikapnya kepada msyarakat adat Grime-Nawa termasuk warga Kampung Karya Bumi dan Pemkan yang telah diresahkan ketenangan dan ketentramannya oleh sikap dan tindakannya,” tegas Zadrak.
Pada poin ke enam, soal warga masyarakat Karya Bumi yang berada di pengungsian di Lokasi Transmigrasi Nembokrang.
Zadrak menjelaskan, warga yang sedang mengungsi dan juga sebagai korban dari tindakan penghilangan nyawa secara paksa oleh seorang oknum anggota TNI AD, setelah pernyataan ini ditanggapi Pj Bupati Jayapura sebagai Kepala Pemerintahan Kabupaten jayapura mewakili Pemerintah Pusat untuk memfasilitasi warga Karya Bumi kembali ke kediamannya masing masing.
“Warga Karya Bumi adalah bagian dari masyarakat adat Grime-Nawa yang telah diterima oleh para tokoh adat di Lembah Grime yang telah mendahului kita semua ke alam baka,” tutur Zadrak.
Pada poin ke tujuh, Zadrak kembali menegaskan, kerusakan yang di derita oleh Warga Masyarakat Karya Bumi.
Terhadap kerusakan dan kerugian yang diderita sebagai akibat dari penghilangan nyawa Daud Bano, hal ini menjadi perhatian pemerintah untuk .enyelesaikannya.
“Santunan kepada anak korban penghilangan nyawa secara paksa oleh oknum Anggota TNI AD. Almarhum Daud Bano sebagai korban penghilangan nyawa secara paksa oleh Pratu Azdar zsebagai anggota TNI Angkatan Darat, kiranya Pj Bupati Jayapura dapat mengkordinasikannya dengan pimpinan TNI Angkatan Darat untuk memberikan santunan dalam bentuk biaya pendidikan guna mencapai masa depannya tanpa almarhum ayahnya sebagai korban. Dengan diberikannya santunan bagi anak almarhum dan keluarganya, maka citra TNI sebagai pelindung rakyat menjadi nyata dan di cintai masyarakat di wilayah adat Grime Nawa,” pinta Zadrak.
Terakhir poin yang ke sembilan, Zadrak menghmbau kepada para pimpinan adat kampung-kampung di wilayah adat Grime-Nawa.
Zadrak mengatakan, peristiwa penghilangan nyawa secara paksa terhadap Daud Bano harus mejadi perhatian semua pihak agar menasehati warga masyarakat adat di masing-masing kampung untuk tidak mengonsumsi minuman beralkohol yang menyebabkan terjadinya tindakan-tindakan yang berdampak fatal bagi kehidupan masing-masing dan mengganggu ketentraman dan ketertiban orang banyak.
Sementara itu, Pj Bupati Jayapura, Triwarno Purnomo menanggapi pernyataan sikap tersebut mengatakan, aspirasi ini aka ditindaklanjuti.
“Kita akan kooedinasi penyelesaiaannya untuk mendatangkan hal-hal yang damai.
Dalam kesedihan dan duka cita keluarga, saya ingin mengharapkan kepada kita semua dengan penuh kesadaran dan dilandasi rasa tanggungjawab sebagai orang beriman saya mengajak kita semua pulikan situasi dan membuat damai peristiwa ini,” ucap Triwarno.
Menurut Triwarno, tatanan hidup yang sudah berlangsung puluhan tahun di daearah agar senantiasa dijaga bersama-sama, untuk mengembalikan keseimbangan dan ketrentaman hidup.
“Oleh karena itu, saya harap jangan lagi ada yang menjadi api tetapi jadi air supaya semua sejuk dan damai,” tukas Triwarno. (Redaksi)