Jayapura,PapuaLink.Id – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan meminta rencana operasi tempur yang dilontarkan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono harus dihentikan.
Emanuel Gobay Direktur LBH Papua dalam keterangan tertulis menyampaikan pernyataan koalisi tersebut. Di mana Koalisi mendesak agar rencana itu dibatalkan.
Koalisi menghaturkan rasa duka cita sekaligus berharap tidak ada lagi nyawa anak bangsa yang gugur.
Koalisi sipil ini terdiri dari KontraS, Imparsial, LBH Pers, ICW, LBH Masyarakat, ELSAM, HRWG, PBHI Nasional, ICJR, YLBHI, LBH Jakarta, LBH Malang, WALHI, Setara Institute, Forum Defacto, AJI Jakarta, Public Virtue Institue, Centra Initiative, Amnesty International Indonesia, LBH Talenta Keadilan Papua Nabire, LBH Papua.
Rilis yang disampaikan ini dengan perwakilan koalisi disebutkan atas nama, Michael Himan (Papua Itu Kita), Hussein Ahmad (Imparsial), Julius Ibrani (PBHI Nasional), M. Isnur (YLBHI), Andi Muhammad Rezaldy (KontraS) dan Teo Reffelsen (WALHI).
“Kami memandang peristiwa baku tembak yang menewaskan prajurit kemarin harus menjadi pelajaran berharga bagi Presiden dan DPR untuk mengevaluasi pendekatan keamanan militeristik yang selama ini dijalankan di Papua,” Kata Emanuel Gobay saat menyampaikan rilis Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, Selasa (18/4/23).
Disebutkan, peristiwa tersebut bukanlah satu-satunya.
Sebelumnya Kapolri juga merilis data sebanyak 22 Prajurit TNI-Polri telah gugur dari tahun 2022 hingga sekarang.
Koalisi pun memandang selama ini, pendekatan keamanan militeristik yang terus dijalankan berdampak secara langsung dan tidak langsung terhadap terjadinya kekerasan dan pelanggaran HAM.
Beberapa kasus yang sempat mencuat ke publik, misalnya pembunuhan terhadap Pendeta Yeremia Zanambani (tahun 2020), pembunuhan yang disertai mutilasi terhadap empat orang warga sipil Papua (tahun 2022), penyiksaan terhadap tiga orang anak yang dituduh melakukan pencurian (tahun 2022), dan lain-lain.
“Kami memandang evaluasi pendekatan keamanan militeristik harus dimulai segera dengan upaya penataan ulang terhadap gelar kekuatan pasukan TNI menjadi salah satu agenda penting yang harus dilakukan,” kata koalisi.
“Selama ini, ada indikasi terjadi peningkatan jumlah kehadiran pasukan TNI yang semakin tidak proporsional seiring dengan terus dijalankannya pemekaran struktur organik dan pengiriman pasukan TNI non-organik dari luar Papua,” jelasnya.
Dari sisi legalitas dan akuntabilitas, pelibatan TNI dalam penanganan Papua juga memiliki banyak persoalan dan dipandang tidak sejalan dengan UU TNI.
Pasal 7 Ayat (3) UU TNI menegaskan bahwa pelaksanaan Operasi Militer Selain Perang (OMSP) yang dilakukan oleh prajurit TNI, termasuk dalam hal ini penanganan separatisme dan perbantuan terhadap kepolisian, harus didasarkan pada Keputusan Politik Negara, atau dalam hal ini keputusan yang dikonsultasikan kepada DPR RI. Berdasarkan penelusuran Imparsial, hingga saat ini pemerintah tidak pernah mengeluarkan kebijakan tertulis terkait dengan pengerahan pasukan TNI ke Papua. Dengan demikian, dari sisi hukum, pelibatan militer tersebut dapat dikatakan ilegal.
Lebih jauh evaluasi operasi keamanan militeristik itu juga harus dibarengi dengan upaya konkrit penghentian spiral kekerasan di Papua salah satunya melalui jalan dialog damai bermartabat.
Sudah saatnya Presiden dan DPR merealisasikan agenda dialog dalam penyelesaian masalah Papua dan bukan menggunakan pendekatan keamanan yang militeristik.
Penggunaan pendekatan yang eksesif dan koersif hanya akan memperpanjang daftar pelanggaran HAM.
Pemerintah sejatinya memiliki modal dan pengalaman historis untuk menyelesaikan konflik Papua dengan pendekatan damai dan bermartabat melalui jalan dialog seperti pada konflik Aceh, Poso dan Ambon.
Atas dasar itu, koalisi mendesak :
- Presiden dan DPR RI menghentikan operasi tempur dan pendekatan militeristik lainnya untuk menangani situasi keamanan di Papua;
- Presiden dan DPR melakukan evaluasi terhadap seluruh kebijakan keamanan, hukum, dan pembangunan di Papua;
- Pemerintah dan TPNPB-OPM melakukan gencatan senjata dan penghentian permusuhan segera untuk mencegah jatuhnya korban lebih jauh;
- Pemerintah dan TPNPB-OPM membuka ruang dialog yang setara dan bermartabat.(Redaksi)