Jakarta, PapuaLink.Id – Pelantikan Lima Pejabat Bupati dan Walikota Oleh Menteri Dalam Negeri pada Jumat (27/5) di Gedung Kementrian Dalam Negeri Jakarta sangatlah buruk karna tampa ada usulan dari gubernur papua.
Hal ini menurut Ketua Lelema Adat kab Nduga jhony Beon pelantikan penjabat Bupati Kabupaten Sarmi, Lanny Jaya, Nduga, Mappi, dan Wali Kota Jayapura sangat melecehkan mekanisme pemerintahan daerah yang dipegang langsung oleh Gubernur Papua selaku perpanjangan tangan pemerintah Pusat di daerah.
Sekretaris daerah yang diangkat sebagai Penjabat Bupati menandakan bahwa sistem pemerintahan parlementer semi otoritatianisme berlaku di masa transisi demokrasi menyambut Pemilu tahun 2024. Ini menunjukan bahwa kepemimpinan hasil dari demokrasi langsung di Papua tidak dipercaya oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri.
Gubernur Papua dengan adanya pelantikan ini, tidak dihargai selaku perpanjangan tangan pemerintah Pusat di Papua. Untuk itu, kami menegaskan bahwa:
1. Kembalikan marwa Demokrasi Langsung dengan melantik karateker Bupati yang diusul Gubernur Papua dan menolak hasil pelantikan Menteri dalam Negeri karena bertentangan dengan dengan sistem Pemerintahan Republik Indonesia yang berbentuk Republik bukan Parlementer.
2. Menteri Dalam Negeri gagal menjalankan roda pemerintahan daerah sesuai dengan roh Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa sistem Trias Politika Republik Indonesia harus melaksanakan distribusi kekuasaan Negara dengan prinsip musyawarah dan mufakat bukan main ambil tindakan secara otoriter.
3. Pemerintahan daerah di provinsi Papua dilaksanakan dalam suasana kekeluargaan dan kolektif sehingga konflik politik yang berkepanjangan dapat diminimalisir bukan dipacu konflik antara elit lokal Papua atas pelantikan ini. Dengan itu, menteri dalam negeri harus bertanggung jawab atas berbagai konflik politik yang terjadi di tanah Papua karena tidak dewasa untuk menangani dengan bijaksana.
4. Keputusan pelantikan karateker bupati-bupati, wali kota yang terjadi itu dinyatakan sebagai bentuk kegagalan Kementerian Dalam Negeri membangun pemerintahan demokratis di tanah Papua.(Redaksi)