Jayapura,PapuaLink.Id – “Tujuan saya menulis buku ini setelah saya melihat pro dan kontra pemekaran yang terjadi di Papua,” demikian kata Ketua Kelompoko Khusus (Poksus) Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) Jhon NR. Gobay.
Dalam bukunya yang berjudul ‘Rencana Pemekeran Provinsi Ditengah Pro dan Kotra di Tanah Papua’ sesungguhnya Jhon Gobay, memberikan pokok pikiran kepada para pembuat keputusan baik itu di tingkat provinsi dan pusat untuk kembali melihat akan persoalan di Bumi Cenderwasih.
“Mengapa kemudian masyarakat menolak pemekaran dan bagaimana idealnya sebuah pemekaaran itu didorong apa saja yang harus dipersiapkan. Sehingga kita memiliki sebuah Gran design yang benar. Bagi saya pemekaran bukan sesuatu yang baru,” katanya.
Isi dalam buku tersebut menuliskan hal-hal penting termasuk perlunya grand design pemekaran dan pemekaran tanpa perencanaan.
“Sebenarnya dua hal itu saya menulis sejak lama dan bagaimana ideal sebuah pemekaran dirancang yang tentunya dengan mengedepankan asas desentralisasi asimetris, pemekaran yang dirancang oleh Papua sendiri,” ujarnya.
Jhon menilai, pemekaran wilayah atau DOB harusnya mempertimbangian dari aspek adat ataupun kewilayahan. Sehingga dirinya meminta pemekaran di Papua untuk ditunda.
Undang-undang Nomor 2 tahun 20221 kata Jhon, membuat dua skenario pemekaran. Pertama skenario pemekaran pada pasal 76 ayat 1 itu adalah pemekaaran dibuat olah Provinsi dan Pasal 76 Ayat 2 itu pemekaran oleh Pusat.
“Yang celakanya adalah pemerintah di pusat ini tanpa ada tahapan yang di atur dalam UU 23 tahun 2014. Semetara yang di provinsi itu harus melalui tahapan yang sebagaimana di atur dalam UU 23 tahun 2014. Jadi dua pilihan yang yang paling tepat yang mana, lebih masuk kepada sebuah Gran desain yang seperti apa itu harus dirancang. Oleh karena itu sengaja buku ini saya tulis bahwa rencana pemekaran ditengah pro Dan kontra,” katanya.
Setelah ada keputusan pemekaran, jelas Gobay, muncul penolakan terhadap Kabupaten yang bergabung ke Provinsi Papua.
Bukan itu saja, Gobay menyebutkan, wakil Bupati Asmat bahkan tidak setuju dengan penggunaan nama Provinsi Anmiha melainkan Papua Selatan.
“Terus, misalnya di Tabi. Fenomena yang muncul adalah penolakan terhadap Kabupaten pegunungan bintang. Kita lihat lagi Mee Pago muncul tapi kemudian kabupaten Puncak Jaya dan Kabupaten Puncak masuk ke Papua,” ujarnya.
“Kalau Puncak mungkin ya karena berdekatan tapi kalau Puncak Jaya, kita tahu semua itu wilayah La Pago tetapi masuk di Papua Tengah yang katanya Provinsi Mee Pago,” katanya lagi.
Dengan demikian, dirinya berpendapat agar pembentukan DOB dapat ditunda sebab grand design yang selalu berubah-ubah.
“Ya sudah kita tanggukan dulu kembalikan ke daerah biar nanti daerah yang mencoba melakukan penataan daerahnya melalui pemekaaran kabupaten. Jadi saya berharap pempus dapat menunda ini,” tutup Gobai. (Redaksi)